Temuan terbaru bentrokan antara Sunni-Syi'ah tidak semata-mata urusan pribadi. Sebelumnya, sebagian besar media mengarahkan persoalan ini pada urusan cinta dan keluarga, seolah-olah mengabaikan urusan perbedaan akidah yang justru menjadi bibit-bibit penting konflik terjadi.
Setidaknya, ini disampaiakan tokoh NU, KH. Ali Karrar Shinhaji, yang tak lain paman dari tokoh Syiah di Sampang, Tajul Muluk (pembawa ajaran Syiah di Sampang) dan Roisul Hukama, mantan penganut Syiah yang telah rujuk ke akidah Ahlus Sunnah.
Sebab menurut Abuya Ali Karar, Pimpinan PP Daruttauhid, Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan ini, urusan cinta dan keluarga sudah lama selesai. Persoalan baru menjadi urusan akidah setelah adik Tajul Muluk, Rois keluar dari ajaran Syiah dan kembali ke Ahlus Sunnah (kembali pada NU, red). Persoalan ini muncul pasca datangnya Tajul dari Iran (pusat ideologi Syiah).
Perbedaan-perbedaan yang tajam kedua bersaudara ini bahkan ikut membuat para ulama Madura melibatkan diri menyelesaikan persoalan yang ada, guna membantu pemerintah. Di antaranya yang dilakukan ulama Madura adalah mendatangkan langsung Tajul Muluk, serta memintanya kembali ke ajaran yang benar. Penyelesaian ini tak bisa tuntas hingga akhirnya muncul kerusuhan pertama 29 Desember 2011.
Karena seriusnya masalah ini dan dikhawatirkan berdampak konflik lebih luas, para ulama melakukan kajian mendalam atas ajaran yang dibawah Tajul Muluk setelah datang dari Iran.
Temuan ini berdasarkan kajian lebih dari 50 ulama ini disampaikan dalam sebuah pernyataan sikap tepat hari Senin 21 Muharram 1427 H atau bertepatan dengan tangga 20 Februari 2006, sebelum media-media gencar menyerhanakan persoalan konflik ini semata-mata urusan cinta dan keluarga. [22 Dakwaan yang Tuduhkan Pada Tajul Muluk]
Diledakkan?
Selain bukan semata-mata karena urusan cinta dan keluarga, hasil investigasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur atas kerusuhan kedua, Ahad, 26 Agustus 2012 pukul 10.00 WIB di desa Karang Gayam Kecamatan Omben cukup mengagetkan.
Berdasarkan hasil penelusuran MUI yang dilakukan sehari sesudah bentrok antara warga masyarakat dari dua desa, yaitu dusun Nangkernang – desa Karang Gayam - Kecamatan Omben dan desa Blu’uran – Kecamatan Karang Penang Kabupaten Sampang Madura, ada “tangan-tangan” lain yang ditengarai telah mempersiapkan peristiwa ini menjadi kasus besar. Terbukti banyak saksi melihat adanya ledakan cukup besar dari dalam rumah Tajul Muluk, yang belakangan diketahui bahwa ledakan tersebut dipicu oleh remote control yang di bawah seseorang saat aksi berlangsung.
Di saat pembahasan penanganan masalah anak-anak yang telah terlanjur dikirim ke pondok-pondok Syiah masih dibahas pihak ulama, kepolisian dan pemerintah daerah, di mana disepakati tanggung jawab pemulangan dan beasiswa pendidikan pasca pemulangan ditanggung Pemkab Sampang, tiba-tiba masyarakat menyaksikan anak-anak para pengikut Syiah yang dipondokkan ke YAPI Bangil dan Pekalongan akan kembali pasca libur lebaran.
“Padahal, masyarakat meyakini bahwa anak-anak tersebut tidak akan kembali lagi ke YAPI Bangil dan Pekalongan karena dijamin beaya pendidikannya oleh Pemkab Sampang untuk disekolahkan di lembaga pendidikan dan pesantren di Sampang,” ujar Sekretaris MUI Jatim, yang juga salah satu tim MUI dalam kasus Sampang ini kepada hidayatullah.com, Rabu (29/08/2012).
Melihat itu, masyarakat menilai kalau mereka tetap kembali lagi, justru akan menjadi kader Syiah dikhawatirkan akan menjadi persoalan baru yang lebih besar di kemudian hari.
Karena pemahaman itulah akhirnya masyarakat Karang Gayam mencegah anak-anak yang akan kembali sekolah di sekolah-sekolah Syiah itu untuk bisa kembali ke masing-masing.
“Tidak ada sedikitpun kekerasan dilakukan dan masyarakat. Dan tak ada yang membawa senjata tajam,” tambah Yunus.
Selama perjalanan kembali tidak ada tanda-tanda perlawanan dari mereka sampai mendekati rumah kediaman Tajul muluk, hingga adanya adu mulut antara komunitas Syiah dengan masyarakat setempat yang mayoritas NU. Dari situlah terjadi insiden bentrok.
Bentrok memancing masyarakat masuk ke pekarangan rumah Tajul hingga terdengarlah bunyi ledakan dari dalam rumah Tajul yang diklaim banyak orang sebagai sebuah ranjau dan bom remote yang telah dipersiapkan.
Rupanya, efek ledakan ini berimbas keluar dan menyasar pada warga yang akan merangsek ke rumah Tajul.
“Sehingga ada beberapa masyarakat yang terluka oleh serpihan dari ledakan yang berupa kelereng, baik yang masih utuh maupun yang pecah,” tambah Yunus.
Tuduhan adanya bom remote ini juga dibenarkan Ridho’I, Ketua Banser Sampang.
“Ya benar. Banyak saksi menyebutkan ada orang bawa bom remote,” ujarnya saat dikonfirmasi hidayatullah.com.
Banyaknya korban berjatuhan di pihak masyarakat di luar Syiah rupanya memancing masyarakat lain meminta bantuan dan mengambil persenjataan. Sebagian bahkan menyuarakannya lewat teriakan dan pengeras suara yang ada di Mushollah. Dari situlah bentrok lebih besar dari kedua belah pihak yang sama-sama membawa senjata tak terhindarkan.
Nah, siapa yang membawa bom remote? Dan benarkah kasus ini telah dipersiapkan lama agar kasusnya bisa menjadi masalah besar? Tentu tugas aparat mendalaminya.*
hidayatullah.com